Daya Rusak Orang Dengan Kepribadian NPD

KATEGORI ARTIKEL: MENTAL HEALTH SERIES

September 19, 2023

Gangguan kepribadian narsistik atau narcissistic personality disorder (NPD) adalah kondisi mental di mana seseorang memiliki perasaan yang berpusat pada kepentingan dirinya sendiri.


Credit video kak @fika_1011 tiktok

NPD adalah penyakit kejiwaan. Tapi bukan gila. Orang dengan NPD tampil seperti manusia normal pada umumnya. Tapi, daya rusak manusia tipe NPD ini ga tanggung-tanggung.

Keluarga dengan seorang ayah yang NPD masih bisa berjalan normal. Seolah semua anggota keluarga paham, dan bisa menyikapinya.

Tapi, jika NPD ini seorang ibu dari banyak anak, efeknya akan lain.

Seorang ibu yang NPD akan banyak menguras sisi emosional keluarga, utamanya anak. NPD suka akan drama, semua kejadian ada sisi dramatisirnya. Ketika ibu yang NPD ini merajuk, dengan mudah mengancam akan gini akan gitu, sampai keinginannya dipenuhi.


Suatu waktu, NPD mendapatkan uang banyak dari pekerjaan suaminya. Si suami berharap uang dipakai dengan bijak sebab nilainya belasan juta. NPD berkilah, “duit habis ini itu juga buat anak, bukan buat yang laen-laen. Emangnya kamu yang kirim-kirim makanan buat kawanmu“.

Si suami memang pernah kirim makanan ke kawan sekolahnya, sebagai mana kawan sekolah itu mengirim makanan ke keluarga ini, perpanjang tali silaturahim. Tapi tidak bagi NPD. Lalu NPD mengancam, “ya udah, kamu tandatangani surat cerai, sini atm, sini kunci kendaraan, nih baju bawa pergi.”


Di sini, watak NPD teridentifikasi:

1. Merasa benar apa yang dilakukan,

2. Menganggap berhak atas uang tadi, daripada suaminya.

3.mengabaikan perasaan orang yang mencari uang.

Lalu bertahun kemudian, si suami kena PHK, merantaulah dia ke sebrang. Baru dapat pekerjaan satu bulan, si NPD kembali berulah. Kali ini, NPD bilang, “Ibuku sudah tua, aku mau urus ibuku, kalo nggak pulang aku bawa semua anak pergi naik kapal laut”.

Dalam kondisi suami masih di luar kota, Dijual semua isi rumah termasuk kendaraan. Sehingga keluarga kecil itu tak punya apa-apa lagi. Suami mengalah, resign dan pulang. Tak tegaan melihat anak masih kecil-kecil kalo sampai dibawa si NPD nyebrang laut. Berlayarlah mereka 3 hari 2 malam.

Sampai di tanah tujuan, keluarga kecil yang susah payah ini tak mendapatkan sambutan, layaknya keluarga perantau yang pulang kampung. Termasuk anak-anaknya yang dipindah sekolahkan tak ada yang urus. Blass macam terdampar di terminal.

Si suami dihubungi temannya, temannya ini memahami apa yang terjadi. Menawarkan anaknya sekolah di lembaga miliknya. Dikirimi uang sebagai ongkos, plus membawa si sulung pergi ke tempat temannya untuk bersekolah.

Pada sesi ini, NPD teridentifikasi sebagai:

1. Menganggap pendapatnya benar.

2. Menganggap enteng masalah

3. Hobi bikin masalah serius tapi tak punya solusi.

Kehidupan mulai membaik, suami mendapatkan pekerjaan dan penghasilan layak. Kerja di luar kota tapi keluarga tetap di desa, penghasilan lumayan, NPD kembali berulah pada momen puasa dan lebaran. Jor-joran menghabiskan uang hasil kerja. Bagi-bagi parchel buat tetangga. Ketika ditanya, menjawab enteng, “uang sudah dibuatkan pos-pos pengeluaran, dalam amplop.”. Dan ternyata, uang itu betul habis, sehingga tak ada bekal buat anak kembali ke asrama. Solusi dari si NPD? Nothing. Dia menganggap sudah mutlak si suami yang wajib nafkah dan harus cari solusi.

Si suami menjual motor yang dia dapatkan di kota X hasil jerih payahnya untuk bekal si anak.

NPD teridentifikasi 1. Manipulatif dan 2. Haus akan jadi pusat perhatian.

Si suami sadar, ada sesuatu yang tidak beres dengan istrinya. Lalu direncanakan pindah ke kampung lain, yang masih ada sodara si suami. Dengan alasan, jika si NPD mengancam mau pergilah, mau cerai-lah dsb, goncangan buat anak tidak begitu besar. Paling kalo nekat, ya nekat saja, anak tetap terlindungi. Dan si suami lagi-lagi resign dari kota X. Pindah ke kota Y.

Selama kerja di kota Y, si NPD ini tak berhenti mengganggu konsentrasi suami yang kerja di rantau. Sebentar-bentar ngadu anak nakal, ngadu ini itu, serba menguras emosi, serba dramatik. Mencari-cari perhatian, over.

Lalu si suami resign, lelah bekerja yang selalu dibuat tak fokus, lelah hasil kerja yang selalu dibuat tak ada arti.

Si suami memulai penghidupan dengan menjadi tukang ojek. Tentunya dengan penghasilan yang pas-pasin. Si NPD mengeluh karena pendapatan kurang dan menyalahkan si suami. Pergilah si suami merantau ke kota J. Merantau sebagai tukang ojek, sebab perusahaan tak ada yang mau menerima usia paruhbaya. Ageism masih kuat di negara ini.

Di kota itu, si suami ditargetkan mengirim hasil pendapatan harian sebesar 150 ribu, sebelum jam 3 sore harus dikirim. Si suami dapat memenuhi target hariannya. Walau remuk badan. 150 ribu bersih dikirimkan sebelum jam 3 sore. Darimana si suami makan, tidur, bensin tak masuk pikiran. Seorang NPD tidak punya empathy.

Dalam keadaan ekonomi yang mulai pulih, si NPD mengeluarkan jurus lamanya. Mengaku terjerat pinjol, minta dibayari, kalopun ga bisa, pisah sebagai istri juga gak apa-apa. Ikhlas, kata si NPD.

Penuh drama, bikin masalah, sekaligus mengancam sekali terjang.

Alih-alih dengan ancaman cerai si suami nuruti kemauannya, diluar dugaan suami menerima tawaran ‘perang’-nya.

NPD bergerak cepat, dibuatnya contoh surat cerai dari internet, dicetaknya, lalu ditempelinya dengan materai 10 ribu. Disodorin ke suami. Suami diam, si NPD merasa menang gak bakal ada cerai. Disodori lagi, kali ini si suami dengan tenang bilang, “ambil pulpen”, sret. Tandatangan jadi.

NPD kaget bukan kepalang,

“ini sah nggak?”

Sah.

“saksinya?”

Kamu cari sendiri. Sudah.

Si suami pergi merantau lagi, tapi drama belum usai. si NPD bilang mau pergi kerja, melunasi hutang pinjol yang tak mau dibantubayarkan si suami.

Dalam kondisi si (mantan) suami di luar kota, si NPD nekat meninggalkan anak-anak balita mereka. NPD menikmati drama sebagai orang tersakiti, padahal masalah yang dia buat.

Dan benar, kenekatan si NPD ini di luar nalar. Orang normal merasa hidup harus minim masalah, baik-baik saja. Tapi NPD seperti menikmati goncangan seperti ini. Kurangajarnya, anak-anak dia yang kena imbasnya.

Si suami melakukan aksi kontak minimum dengan memblokir si NPD, tapi dalam masa itu si NPD tak kenal henti kirim pesan ke orang sekitar si mantan suami. Kalimat intinya ada dua, ‘saya diblokir dia’ dan ‘saya sedang kerja cari uang buat anak’. Misinya adalah playing victim dan smear campaign.

Apa yang dirasakan si suami, beda dengan apa yang dilihat orang lain. Itulah sebabnya orang sulit percaya dengan apa yang dikatakan korban NPD.

Smear campaign ala NPD ini tak berhenti pada orang sekeliling si korban, misal pada kawan, tetangga atau sodara saja. Aksi juga dilakukan pada anaknya, smear campaign agar si anak membenci ayahnya. Jauh dari ayahnya, padahal si NPD sendirilah yang meninggalkan nereka.

Dan inilah yang terjadi ketika NPD berhasil smear campaign terhadap anak. Si anak mengatakan, “Ayah aku gak mau membebani ayah, aku mau ikut mama, aku udah buat surat pengunduran diri dari sekolah“. Padahal anak ini remaja putri yang berprestasi, tak pernah bermasalah dengan ayahnya ataupun orang lain. Tapi terbuai dengan omongan si NPD. Dan NPD merasa menang…

Si anak mendownload surat pengunduran diri dari sekolah, dipasangkan materai, lalu minta ayahnya tanda tangan. Ide siapa? Ya NPD lah.

Itulah daya rusak NPD, mengerikan. Semakin menggila jika dibumbui masalah ekonomi. Gila!!!

IKLAN

By Google